“Apa yang kau cari?”
“Ikuti
saja aku!”
“Apa kau tidak takut dengan perkataan Pak Pai?”
“Apa kau tidak takut dengan perkataan Pak Pai?”
“Ah, lupakan! Rasa penasaranku
semakin menjadi-jadi.”
***
Malam itu -lagi-lagi- tepat tengah
malam, penghuni kamar bercat orange yang
bernomor dinding 39 selalu terbangun ketika jarum pendek mengarah ke
angka 1, dengan keringat mengguyur badannya dengan liar dan degupan jantung
yang berpacu dengan kencang.
“Kenapa? Mimpi aneh lagi, Jee?” tanya
Dian, teman satu kasur Jenita.
“Iya,” lirihnya dengan nafas
terengah-engah.
Semenjak menempati kamar kosan 39, Jenita
selalu dibayang-bayangi hal-hal aneh.
Kejadian demi kejadian datang bergulir silih berganti.
“Semalam kau membuat apa?” tanya
Jenita sambil memainkan iPhone-nya.
“Buat apa?!” timbal Dian sambil
memandangi muka Jenita dengan heran.
“Semalem aku denger kamu kayaknya
mainin gelas di dapur deh, Yan,” sergapnya. “Bikin kopi, ya?”
“Bikin kopi gimana, aku aja tidur
disamping kamu semalam. Aku gak bangun. Beneran.”
Jenita memicingkan mata, memandangi
wajah Dian yang mulai heran. “La, terus siapa?”
Dian diam-diam mulai mencuri pandang pada sela pintu
yang menjadi pembatas langsung ke dapur sambil mengusap-ngusap tekuk lehernya
lalu tersenyum hambar. Gelap. Lampu kamar sudah dimatikan. Sinar rembulan yang
berhasil masuk dari sela-sela ventilasi kamar menari-nari liar, hanya ocehan
serangga yang terdengar mengantar tidur malam yang semakin ringkuh.
“Aku udah bilang, Jee, gak usah nunggu kamar ini!
Kamar ini ada hantunya. Aku denger dari mahasiswa yang ngekos di sini dulu, mereka
sering ngalamin kejadian-kejadian aneh sama kayak yang kita rasain belakangan
ini.”
“Kamu percaya sama gosip murahan kayak gitu?!” bantah
Jenita.
“Apa lagi yang mesti diragukan? Apa kurang cukup aku
ngeliat kepala ngegantung di kamar kita?!!”
(Ruang di balik Lukisan Tak Berkepala - Evi Sudarwanto)
(Ruang di balik Lukisan Tak Berkepala - Evi Sudarwanto)
Ya, ini hanya sepotong kisah dari cerita Ruang di Balik Lukisan Tak Berkepala. Sebuah cerita horor yang alhamdulillah berhasil lolos dalam kompetisi menulis cerpen #TeenHorror yang digelar DIVA Press beberapa bulan lalu. Kisah misteri tentang sebuah pemondokan yang sudah lama tak dihuni. Tentang benih-benih cinta yang tumbuh di sebuah pemondokan, yang akhirnya berakibat sebuah kematian.
Apa yang tersembunyi di balik lukisan tak berkepala?
Siapa Pak Pai yang bersihkeras untuk menghalangi keempat anak manusia dengan segunung rasa penasarannya untuk mengetahui lebih jauh pemondokan tersebut?
Temukan kisah mengerikannya dalam antologi Lucy Lucifer...
Apa yang tersembunyi di balik lukisan tak berkepala?
Siapa Pak Pai yang bersihkeras untuk menghalangi keempat anak manusia dengan segunung rasa penasarannya untuk mengetahui lebih jauh pemondokan tersebut?
Temukan kisah mengerikannya dalam antologi Lucy Lucifer...
Judul : Lucy Lucifer
Genre : Horor
Penulis : Bella Vanilla, dkk.
Tebal : 210 halaman
Penerbit : De Teens (Divapress)
Cetakan Pertama : Desember 2013
Harga : Rp 32.000,-
Lucy Lucifer adalah sebuah antologi horor yang di dalamnya menyeret empat belas kisah horor dari empat belas penulis dengan sub gendre masing-masing. Dijamin merinding, kalau nggak percaya silahkan baca sendiri (tetep aja promosi haha...) Antologi ketceh ini sudah beredar di toko buku kesayangan kalian semua, yang males keluar rumah bisa juga pesen online. Buku ini juga teman yang baik buat dibaca sebelum tidur, biar kamu nggak bisa tidur dan sekalipun tidur bakal mimpi buruk. HAHA!
Oh, ya ngomong-ngomong Lucy Lucifer ini adalah antologiku yang kedua setelah antologi Long Distance Relationship. Cuma ngasih tau aja sih XD
0 komentar:
Posting Komentar