-->
Free Alien Dance Cursors at www.totallyfreecursors.com

November Terakhir #KisahNovember

Sabtu, 30 November 2013



“Aku pasti pulang. Apa kamu nggak menemukan muara itu dari pandangan mataku?”
          Aku tertegun mendengarkan kalimatnya. Tak berniat untuk menjawab pertanyaan tersebut, hanya fokus memandangi wajahnya.
            “Aku pasti kembali, karena kamu muara itu. November tahun depan aku akan menemuimu lagi. Dan itu janjiku.”
***
Ini yang selalu aku sesalkan. Sudah hampir tiga tahun aku terkurung di ruangan gelap ini. Diapit oleh dinding-dinding harapan kosong, bersimbah peluh kebohongan. Berada di dalam lipatan-lipatan kenangan yang mulai mengusang, namun tak menghilangkan rasa yang tersimpan dalam tulisan. Ah..., beberapa puluh menit lagi terhitung tiga tahun aku menunggu ia kembali untuk menemuiku.
          Kata mereka, November selalu memberikan cerita indah dalam desiran angin lembab penggiring awan yang bercepol hitam dari berbagai arah. Membawa guratan-guratan kisah manja di langit senja.
Tapi tidak bagiku!
Aku selalu menghembuskan nafas berat ketika dari kejauhan Oktober mulai melambai-lambaikan tangan meninggalkan peraduan, mengizinkan November untuk menyapa. Sejujurnya aku mulai lelah ketika aku harus dihadapkan kembali dengan bulan itu. Aku bosan setiap hari selama satu bulan penuh menunggu kedatangannya di bandara Ngurah Rai. Aku bosan ketika aku selalu dihalau oleh keraguan. Aku bosan Tuhan!
***
            Aku masih ingat dengan jelas saat ia mengatakan bahwa aku memiliki mata yang indah dengan sejuta puisi cinta tersimpan di dalamnya. Mataku inilah yang katanya selalu membuat ia rindu, dan tak bisa berlama-lama memberi jeda jika ia tak memandangku. Aku juga masih ingat dengan jelas bahwa kepergiannya ke Singapura hanya untuk sementara dan ia akan pulang kembali untuk menemuiku. Tapi nyatanya, apa yang ia ucapkan saat itu hanyalah janji kosong belaka.
           Tiga tahun cukuplah bagiku untuk membuktikan betapa besar rasa cintaku untuknya, hingga aku tetap setia menunggu kedatangannya yang tidak jelas arah. Waktu tiga tahun juga sudah cukup membuktikan bahwa ia bukan laki-laki yang patut untuk aku tunggu. Kalau ia benar mencintaiku, tidak mungkin ia rela membuatku menunggu tanpa kepastian. Pun kalau benar ia mencintaiku, lantas kenapa ia tidak pernah mengirimkan aku selembar kertas berisi kabar nafas kehidupan yang bertabur cerita cinta darinya?
Teman, perkenalkan namaku Inggit; aku seorang gadis yang selalu terbenam dalam November yang kelam. Mengapung dalam lautan ketidakpastian. Jika aku boleh memilih, aku berharap tidak pernah bertemu dengannya, sehingga aku tidak selalu menanti datangnya November yang lagi-lagi mengantarkan kesedihan.
Teman, ini sepotong ceritaku. Aku berharap tidak akan ada lagi wanita-wanita bodoh semacam diriku yang tetap bertahan dengan janji manis laki-laki yang kucinta. Oh, betapa bodohnya aku selama ini tetap menunggunya, tanpa membuka pintu untuk kelain arah.
Kucukupkan penantian itu berakhir pada November kali ini. Untuk berikutnya, aku akan mencoba melupakan penantianku selama tiga tahun belakang, walaupun nanti sebenarnya tetaplah kurindukan laki-laki itu. Laki-laki yang diberi nama oleh kedua orangtuanya; November.